Ketika China Menguasai Teknologi Kereta Cepat
Ketika China Menguasai Teknologi Kereta Cepat
Pada dasawarsa 1980-an, China bukanlah siapa-siapa. Negara dengan penduduk lebih dari satu miliar itu sering diolok-olok sebagai “si sakit dari Asia”. Bagaimana tidak, pada saat itu hampir separuh rakyatnya hidup di bawah garis kemiskinan. Tingkat melek huruf hanya sebesar 65% dengan pertumbuhan ekonomi berkisar antara 5,3% – 5,5%. Tak cuma itu, dalam hal penguasaan teknologi, China sangat jauh tertinggal. Padahal tahun 1300-an, sebelum bangsa Barat mengenal senjata api, para prajurit China sudah menggunakan bubuk mesiu dalam berperang. Mereka juga telah memakai senapan ringan untuk menangkal invasi Mongol, dan menggunakan kompas dalam pelayaran ke Timur Tengah.
Meski sempat menjadi negara sakit sejak pertengahan abad ke-19, agaknya kejayaan China tujuh abad lalu bakal terulang kembali. Salah satu indikatornya adalah penguasaan teknologi kereta cepat. Sebelumnya, hanya empat negara yang memonopoli teknologi yang cukup revolusioner ini. Mereka adalah Jepang, Prancis, Jerman, dan Spanyol. Meski Jepang banyak memberikan terobosan dalam pengembangan kereta cepat, namun perlu diketahui bahwa teknologi kereta api pertama kali berkembang di Inggris.
Penemuan teknologi ini merupakan bagian dari kesuksesan Revolusi Industri, yang membawa Inggris menjadi negara terkuat di dunia. Pada tahun 1820-an, lokomotif uap merupakan sarana transportasi yang paling efektif untuk mengangkut hasil industri dan bahan mentah di daratan Inggris. Sebelumnya biaya angkut merupakan komponen yang cukup mahal dalam penentuan harga barang di seluruh dunia. Dengan adanya teknologi ini, maka Inggris bisa menjual produk-produknya jauh lebih murah dari negara lain. Itulah sebabnya di abad ke-19, barang-barang made in Britain membanjiri pasaran dunia. Dalam perkembangannya, kereta api tak hanya mengangkut hasil-hasil industri, namun juga manusia. Pada tahun 1837, untuk pertama kalinya dibuka kereta penumpang untuk jurusan Manchester-Liverpool. Dan dalam 30 tahun berikutnya, layanan ini telah menghubungkan seluruh kota utama di negeri ini.
Tak rela melihat kemajuan Inggris, di awal abad ke-20 Jerman berpikir untuk membuat terobosan baru. Mereka mencoba merancang sebuah kereta yang berkecepatan lebih dari 200 km/jam. Pada tahun 1903, Jerman berhasil menguji coba kereta diesel dengan kecepatan 210 km/jam. Namun ketika kereta ini dioperasikan 30 tahun kemudian, top speed-nya cuma mentok di angka 160 km/jam. Tak puas dengan pencapaian ini, Jerman terus memperbaiki teknologi perkeretaapiannya, sampai akhirnya pecah Perang Dunia Kedua di tahun 1939.
Shinkansen
Setelah Perang Dunia selesai, giliran Prancis dan Jepang yang giat mengembangkan teknologi kereta cepat. Prancis yang sudah melakukan penelitian sejak awal dekade 1950-an, baru mewujudkan kereta cepatnya TGV di tahun 1981. Sedangkan Jepang yang memulainya di akhir dasawarsa 1950-an, justru menyalip Prancis dengan meluncurkan Shinkansen. Kereta berkecepatan peluru itu, berhasil dioperasikan pada tahun 1964 saat penyelenggaraan Olimpiade di Tokyo. Kereta ini dikembangkan oleh perusahaan alat berat Kawasaki dan sanggup berlari hingga 210 km/jam. Setelah tiga tahun beroperasi, kereta ini sudah membawa lebih dari 100 juta penumpang. Dan selama tahun 2015, jumlah penumpang yang berhasil diangkut mencapai 365 juta orang. Melihat keberhasilan tersebut, pemerintah Jepang terus memperpanjang jaringan kereta cepat mereka. Sampai bulan Maret 2015, sudah terbangun sekitar 2.616 km jaringan kereta cepat di seluruh Jepang, dan ini akan terus bertambah hingga mencapai 3.100 km.
BeeHappy
Pada dasawarsa 1980-an, China bukanlah siapa-siapa. Negara dengan penduduk lebih dari satu miliar itu sering diolok-olok sebagai “si sakit dari Asia”. Bagaimana tidak, pada saat itu hampir separuh rakyatnya hidup di bawah garis kemiskinan. Tingkat melek huruf hanya sebesar 65% dengan pertumbuhan ekonomi berkisar antara 5,3% – 5,5%. Tak cuma itu, dalam hal penguasaan teknologi, China sangat jauh tertinggal. Padahal tahun 1300-an, sebelum bangsa Barat mengenal senjata api, para prajurit China sudah menggunakan bubuk mesiu dalam berperang. Mereka juga telah memakai senapan ringan untuk menangkal invasi Mongol, dan menggunakan kompas dalam pelayaran ke Timur Tengah.
Meski sempat menjadi negara sakit sejak pertengahan abad ke-19, agaknya kejayaan China tujuh abad lalu bakal terulang kembali. Salah satu indikatornya adalah penguasaan teknologi kereta cepat. Sebelumnya, hanya empat negara yang memonopoli teknologi yang cukup revolusioner ini. Mereka adalah Jepang, Prancis, Jerman, dan Spanyol. Meski Jepang banyak memberikan terobosan dalam pengembangan kereta cepat, namun perlu diketahui bahwa teknologi kereta api pertama kali berkembang di Inggris.
Penemuan teknologi ini merupakan bagian dari kesuksesan Revolusi Industri, yang membawa Inggris menjadi negara terkuat di dunia. Pada tahun 1820-an, lokomotif uap merupakan sarana transportasi yang paling efektif untuk mengangkut hasil industri dan bahan mentah di daratan Inggris. Sebelumnya biaya angkut merupakan komponen yang cukup mahal dalam penentuan harga barang di seluruh dunia. Dengan adanya teknologi ini, maka Inggris bisa menjual produk-produknya jauh lebih murah dari negara lain. Itulah sebabnya di abad ke-19, barang-barang made in Britain membanjiri pasaran dunia. Dalam perkembangannya, kereta api tak hanya mengangkut hasil-hasil industri, namun juga manusia. Pada tahun 1837, untuk pertama kalinya dibuka kereta penumpang untuk jurusan Manchester-Liverpool. Dan dalam 30 tahun berikutnya, layanan ini telah menghubungkan seluruh kota utama di negeri ini.
Tak rela melihat kemajuan Inggris, di awal abad ke-20 Jerman berpikir untuk membuat terobosan baru. Mereka mencoba merancang sebuah kereta yang berkecepatan lebih dari 200 km/jam. Pada tahun 1903, Jerman berhasil menguji coba kereta diesel dengan kecepatan 210 km/jam. Namun ketika kereta ini dioperasikan 30 tahun kemudian, top speed-nya cuma mentok di angka 160 km/jam. Tak puas dengan pencapaian ini, Jerman terus memperbaiki teknologi perkeretaapiannya, sampai akhirnya pecah Perang Dunia Kedua di tahun 1939.
Shinkansen
Setelah Perang Dunia selesai, giliran Prancis dan Jepang yang giat mengembangkan teknologi kereta cepat. Prancis yang sudah melakukan penelitian sejak awal dekade 1950-an, baru mewujudkan kereta cepatnya TGV di tahun 1981. Sedangkan Jepang yang memulainya di akhir dasawarsa 1950-an, justru menyalip Prancis dengan meluncurkan Shinkansen. Kereta berkecepatan peluru itu, berhasil dioperasikan pada tahun 1964 saat penyelenggaraan Olimpiade di Tokyo. Kereta ini dikembangkan oleh perusahaan alat berat Kawasaki dan sanggup berlari hingga 210 km/jam. Setelah tiga tahun beroperasi, kereta ini sudah membawa lebih dari 100 juta penumpang. Dan selama tahun 2015, jumlah penumpang yang berhasil diangkut mencapai 365 juta orang. Melihat keberhasilan tersebut, pemerintah Jepang terus memperpanjang jaringan kereta cepat mereka. Sampai bulan Maret 2015, sudah terbangun sekitar 2.616 km jaringan kereta cepat di seluruh Jepang, dan ini akan terus bertambah hingga mencapai 3.100 km.
BeeHappy
Komentar
Posting Komentar